Home
Mobile
Artikel
Islami
Tentang Admin
Buku Tamu
Site Map
File List
Tanggal 30 Apr 2025
Jam: 00:28:37

Total pengunjung: 500



Kisah Agung Iskandar Zulkarnain

Kisah Agung Iskandar Zulkarnain
(gambar ini hanya ilustrasi saja)


Dialah Raja Muslim yang sangat berkuasa namun
saleh. Daerah taklukannya membentang dari bumi
bagian barat sampai timur. Ia mendapat julukan
Iskandar “Zulkarnain”. “Zul”, artinya “memiliki”,
Qarnain, artinya “Dua Tanduk”. Maksudnya,
Iskandar yang memiliki kekuasaan antara timur dan barat.
Dia juga telah membangun dinding besar
berteknologi tinggi untuk ukuran saat itu, diantara
dua Gunung. Para ahli sejarah meyakini, dinding
tersebut terbuat dari besi yang dicampur dengan
tembaga itu terletak tepat di pengunungan Kaukasus. Daerah itu kini disebut Georgia, negara
pecahan Uni Soviet.
Secara topografis, deretan pegunungan Kaukasus
itu memang terlihat memanjang dari laut Hitam
sampai ke laut Kaspia sepanjang 1.200 kilometer
tanpa celah. Kecuali pada bagian kecil sempit yang disebut celah Darial sepanjang 100 Meter kurang
lebih. Pada bagian celah itulah Zulkarnain
membangun tembok penghalang dari Ya’juj dan
Ma’juj.
Kisah ketokohan Iskandar Zulkarnain ini juga
tertulis dalam catatan sejarah orang-orang barat. Dalam catatan tersebut diceritakan bagaimana ia
berjaya meluaskan daerah taklukannya dalam masa
yang sangat singkat. Oleh karena kejayaannya ini,
ia diberi gelar “Alexander The Great”, Alexander
Yang Agung”. Belakangan cerita ini diadaptasi ke
film layar lebar oleh Sutradara Amerika Serikat, Oliver Stone, dengan judul Alexander The Great.
Namun cerita dari orang-orang barat tersebut
sangat bertentangan dengan yang disebutkan dalam
Al-Qur’an. Para Mufasir menyatakan, “Alexander
The Great” adalah orang yang berbeda dengan
tokoh yang di tulis dalam Al-Qur’an, Yakni, Iskandar Zulkarnain. Alexander Thr Great itu
dalam sejarahnya tidak diberitakan pernah
membangun sebuah dinding besar berteknologi tinggi
untuk ukuran saat itu, yang terbuat dari besi
dicampur tembaga. Bahkan, ia adalah seorang
musyrik. Sejarah tidak mencatatnya sebagai seorang Raja Muslim yang taat kepada agama
Tauhid.
Sejarawan Muslim yang juga ahli tafsir, Ibnu
Katsir, dalam kitabnya Al-Bidayah Wan Nihayah
menjelaskan, meski punya nama yang sama dan plot
cerita yang sama, yaitu kekuasaannya membentang dari Barat sampai ke Timur, keduanya adalah sosok
yang berbeda. Antara mereka terbentang jarak dan
waktu sampai 2000 tahun. “Hanya mereka yang
tidak mengerti sejarah yang bisa terkecoh oleh
identitas kedua orang itu,” katanya.
Ibnu Katsir lebih jauh menjelaskan, Zulkarnain adalah nama gelar atau julukan seorang penglima
penakluk sekaligus Raja saleh. Karena
kesalehannya ia selalu mengajak manusia untuk
menyembah Allah. Namun mereka ingkar, malah
memukul tanduknya – Qarnun, yaitu rambut kepala
yang di ikat – sebelah kanan, hingga ia mati. Lalu Allah menghidupkannya kembali, dan ia pun kembali
berdakwah. Tetapi sekali lagi tanduknya yang kiri
dipukul, sehingga ia mati lagi. Allah SWT
menghidupkannya kembali dan menjulukinya
Zulkarnain, pemilik duaTanduk, serta memberinya
kekuasaan. Cerita yang sama juga di jumpai dalam kitab Jami
Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, karangan Syekh Al-
Aiji Asy-Syafi’i. Dalam kitab tersebut disebutkan,
Zulkarnain adalah seorang hamba yang taat kepada
Allah dan mengajak kaumnya menyembah Allah.
Lalu mereka memukul tanduknya yang kanan hingga mati. Kemudian Allah menghidupkannya lagi, dan
dia kembali mengajak kaumnya mengesakan Allah.
Tetapi mereka malah memukul tanduknya yang kiri
hingga mati lagi. Lalu Allah menghidupkannya lagi
dan menganugrahinya kekuasaan yang tak
tertandingi. Oleh karena itu ia dijuluki Zulkarnain. Di samping kedua kitab tersebut, Mufassir Muslim
Ibnu Jarir Ath-Thabari juga mengisahkannya dalam
kitab tafsir Ath-Thabari. Dikatakan, Iskandar
Zulkarnain adalah seorang laki-laki yang berasal
dari Romawi, ia anak tunggal seorang yang paling
miskin diantara penduduk kota. Namun dalam pergaulan sehari-hari, ia hidup dalam lingkungan
kerajaan, bergaul dengan para perwira dan
berkawan dengan wanita-wanita yang baik dan
berbudi serta berakhlak mulia.
Imam Al-Qurtubi dalam kitab tafsir Al-Qur’annya
yang populer, Tafsir Al-Qurtubi, menceritakan, sejak masih kecil dan masa pertumbuhannya
Iskandar berakhlak mulia. Melakukan hal-hal yang
baik sehingga terangkat nama baiknya. Ia juga
menjadi mulia di kalangan kaumnya, sehingga Allah
berkenan memberinya kewibawaan. Setelah mencapai usia akil balig, Iskandar menjadi
seorang hamba yang saleh, sehingga Allah
Berfirman, “Wahai Zulkarnain, Sesungguhnya aku
mengutusmu kepada umat-umat di bumi. Mereka
adalah umat yang berbeda-beda bahasanya dan
mereka adalah umat yang berada disegala penjuru bumi. Mereka terbagi dalam beberapa golongan.”
Mendapat amanat tersebut, Zulkarnain lalu berkata,
“Wahai Tuhanku, Engkau telah menugasiku
melakukan seuatu hal yang aku tidak kuasa
melakukannya kecuali engkau sendiri, maka
beritahukan kepadaku tentang umat-umat itu, dengan kekuatan apa aku bisa melawan mereka?
Dengan kesabaran apa aku bisa menahan mereka?
Dan dengan bahasa apa aku harus bicara dengan
mereka? Bagaimana pula aku bisa memahami
bahasa mereka sedangkan aku tidak mempunyai
kemampuan.” Kemudian Allah SWT berfirman”Aku membebanimu
sesuatu yang kamu mampu melakukannya, aku akan
melapangkan pendengaran dan dadamu hingga kamu
bisa mendengar dan memperhatikan segala sesuatu.
Memudahkan pemahamanmu sehingga kamu bisa
memahami segala sesuatu, meudahkan lidahmu, hingga kamu bisa berbicara tentang sesuatu,
membukakan penglihatanmu, sehingga kamu bisa
melihat segala sesuatu, melipatgandakan
kekuatanmu hingga tak terkalahkan oleh sesuatu
apapun, menyingsingkan lenganmu, hingga tidak ada
sesuatupun yang berani meyerangmu, menguatkan hatimu, hingga kamu tidak takut pada apapun,
menguatkan kedua tanganmu hingga kamu bisa
menguasai segala sesuatu, menguatkan pijakanmu
hingga kamu bisa mengatasi segala sesuatu,
memberimu kemuliaan hingga tidak ada apapun
yang menakutimu, menundukkan untukmu cahaya dan kegelapan dan menjadikan salah satu
tentaramu. Cahaya itu akan menjadi petunjuk di
depanmu, dan kegelapan itu akan berkeliling di
belakangmu.
Sejak kecil, Iskandar sudah tidak senang melihat
peperangan antara timur, yaitu kerajaan Persia, dan Barat, Kerajaan Romawi. Perang itu tak ada
hentinya dari tahun ke tahun, malah dari abad ke
abad. Ribuan manusia tewas, kerugian harta benda
tak terhitung lagi jumlahnya, apalagi kerusakan
lingkungan hidup, merugikan manusia itu sendiri.
Untuk menghentikan permusuhan antara timur dan barat, Iskandar bercita-cita mendirikan sebuah
kerajaan yang dapat menyatukan wilayah timur dan
barat.
Iskandar pun tumbuh menjadi manusia dewasa yang
saleh, berakhlak dan berbudi tinggi. Atas segala
kesalehannya itu, Allah mengaruniakan kepadanya segala kelebihan yang dimiliki oleh seorang
pemimpin, lalu Allah memerintahkan untuk menyeru
manusia kepada agama tauhid.
Mula-mula dengan tentaranya yang lengkap dan
kuat, dia menuju ke barat wilaya Maroko, tempat
terbenamnya matahari. Dilihatnya matahari itu terbenam di mata air yang berlumpur, lautan
Atlantik sekarang ini.
Di situ ia bertemu dengan bangsa yang senantiasa
berbuat kerusakan dan kejahatan. Bukan saja
merusak permukaan bumi dan mengacaukannya,
tetapi juga sudah menjadi tabiat mereka suka membunuh orang-orang yang tidak bersalah
sekalipun. Bahkan mereka tidak beragama.
Sebelum melakukan tindakan, terlebih dahulu
Iskandar menadahkan tangannya ke langit, memohon
petunjuk kepada Allah, tindakan apa sebaiknya yang
harus dilakukan terhadap bangsa yang begitu kejam, apakah bangsa itu akan digempurnya habis-
habisan, atau akan dibiarkan begitu saja?
Allah lalu memberinya dua pilihan: digempur habis-
habisan sebagai balasan atas kekejaman mereka,
atau di ajar dan didik agar mereka kembali kepada
kebenaran dan menyembah Allah serta meninggalkan segala kejahatan.
Iskandar Zulkarnain memutuskan menggempur
mereka yang durhaka dan jahat, sedangkan orang
yang baik akan dilindungi. Sebelumnya ia berkata
kepada bangsa tersebut, “Siapa yang aniaya, akan
kami siksa dan dikembalikan kepada Tuhan, agar Tuhan memberikan siksa yang lebih pedih lagi.
Adapun orang-orang yang saleh dan baik, akan kami
lindungi, dan kepadanya kami hanya akan
memerintahkan kewajiban-kewajiban yang ringan.” Kemudian tentaranya bergerak menewaskan setiap
orang yang kejam, melindungi setiap orang yang
baik. Akhirnya negeri itu dapat diamankan dan di
tentramkan serta di atur sebaik-sebaiknya, penuh
dengan kehidupan bahagia dan makmur,
Setelah selesai menunaikan kewajiban terhadap bangsa dan negeri itu, Iskandar dengan tentaranya
menuju ke arah timur, India. Dilihatnya matahari di
atas bangsa yang musyrik, yang menyembah banyak
tuhan, yaitu bangsa Hindustan.
Bangsa dan negeri itu pun dapat ditaklukkan,
diamankan dan ditentramkannya, serta diatur sebaik-baiknya sehingga setiap orang dapat
merasakan hidup aman, tentram dan bahagia.
Bangsa itu juga dapat dikeluarkan dari lembah
kesesatan.
Selesailah sudah kewajibannya terhadap bangsa
dan negeri itu. Ia lalu menuju ke utara, negeri Armenia, melalui Persia dan Azarbaijan.
Kemenangan demi kemenangan dicapainya selama
dalam perjalanan itu, akhirnya sampailah di suatu
tempat, di sana ia bertemu dengan suatu bangsa
yang selalu dalam ketakutan dan ke khawatiran,
karena ternyata negeri itu berbatasan dengan bangsa Ya’juj dan Ma’juj yang terkenal kuat dan
kejam. Bukan sekali dua kali saja, tetapi seringkali
bangsa Ya’juj dan Ma;juj itu datang menyerang
mereka, menghancurkan apa saja yang didapatinya
dan membunuh siapa saja yang dijumpainya.
Kedatangan Iskandar ini, mereka sambut dengan segala kehormatan dan kegembiraan, karena mereka
tahu dari kabar yang beredar bahwa Iskandar
adalah Raja yang kuat dan paling adil di muka
bumi ini.
Lalu mereka meminta bantuan kepada Iskandar,
agar dilindungi dari serangan Ya’juj dan Ma’juj. Mereka memohon supaya antara negeri mereka dan
negeri Ya’juj dan Ma’juj dibangun dinding raksasa
yang tidak dapat ditembus. Sebagai imbalannya
mereka sanggup membayar mahal Iskandar.
Mendengar permohonan itu, Iskandar Zulkarnain
menjawab, “Saya tidak mengharapkan upah dari kalian, nikmat dan pemberian Tuhanku lebih
berharga daripada upah itu. Hanya kepada kalian
saya minta kaum pekerja dan alat-alatnya: besi,
tembaga, arang batu dan kayu.”
Setelah semuanya terkumpul, ia mulai bekerja
dengan bantuan para pekerja. Mula-mula menyalakan api dengan kayu dan arang batu,
diambilnya besi, lalu dileburkannya dengan api,
setelah besi itu mencair, dituangkannya tembaga,
dan diaduk menjadi satu. Dengan bahan campuran
inilah di dirikan dinding raksasa antara negeri itu
dan negeri Ya’juj dan Ma’juj. Dinding besi raksasa itu tidak dapat di tembus dan di lubangi oleh
siapapun dan oleh apapun.
“Dinding ini adalah rahmat dari Tuhan kepada
kalian, hanya tuhanlah yang dapat menembus
dinding ini, jika dikehendakinya,” kata Iskandar.
Maka aman dan tentramlah negeri tersebut. Iskandar Zulkarnain dapat menaklukkan negeri-
negeri yang terbentang antara timur dan barat.
Dengan demikian cita-citanya untuk mempersatukan
kerajaan di timur dan barat tercapai. Negeri yang
berada di bawah kekuasaannya, antara lain Maroko,
Romawi, Yunani, Mesir, Persia dan India. Berkat ilmu dan pengetahuannya yang luas, serta
dasar ketuhanan yang selalu dipagang teguh dalam
mendirikan kerajaan yang besar itu. Penduduknya
hidup dengan aman, tentrem dan makmur.
Kebesaran dan kejayaan itu tidak membuatnya buta
dan lupa akan nikmat yang diberikan Allah SWT. Menurut Khair Ramdhan Yusuf, dalam bukunya
Iskandar Zulkarnain, Panglima Perang, penakluk
dan pemerintah yang saleh, kajian terperinci
menurut Al-Qur’an, Sunah dan Sejarah, terbitan
Malaysia, ada empat sosok yang berkaitan dengan
nama Iskandar Zulkarnain. Yaitu, Iskandar Macedonia, Zulkarnain Al-Hamiri, Raja Himyar,
seorang lelaki saleh pada zaman Nabi Ibrahim, dan
Kursh Al-Akhmini Al-Farisi.
Kendati begitu kita dapat membaca dengan jelas
kisah Iskandar Zulkarnain ini dalam Al-Qur’an
Surah Al-Kahfi ayat 83 sampai 98, yang artinya, “Mereka akan bertanya kepadamu Muhammad,
tentang Zulkarnain. Katakanlah, “Aku akan bacakan
kepadamu cerita tentangnya.”
“Sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan
kepadanya di bumi, dan kami telah menberikan
kepadanya jalan untuk mencapai segala sesuatu, maka ia pun menempuh jalan tersebut. Hingga
apabila telah sampai ke tempat terbenamnya
matahari, ia melihat matahari terbenam di dalam
laut yang berlumpur hitam, dan ia mendapatinya di
situ segolongan umat”.
Kami berkata, “Hai Zulkarnain kamu boleh menyiksa atau berbuat kebaikan terhadap mereka.” Berkata Zulkarnain, “Adapun orang yang aniaya,
kami kelak akan mengazabnya, kemudian ia kembali
kepada Tuhannya, lalu tuhan mengazabnya dengan
azab yang tiada taranya. Adapun orang yang
beriman dan beramal saleh, baginya pahala yang
terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya yang mudah dari perintah-perintah
kami.”
Kemudian ia menempuh jalan lagi, hingga apabila
telah sampai ke tempat terbitnya matahari ia
mendapati matahari yang menyinari segolongan
umat yang kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari matahari itu.”
Demikianlah, dan sesungguhnya ilmu kami meliputi
segala apa yang ada padanya, Zulkarnain.
Kemudian ia menempuh suatu jalan lagi, sehingga
apabila telah sampai diantara dua buah gunung ia
mendapati kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.
Mereka berkata, “Hai, Zulkarnain sesungguhnya
Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat
kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami
memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya
kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” Zulkarnain berkata, “apa yang telah dikuasakan
oleh Tuhanku kepadaku adalah lebih baik, maka
tolonglah aku dengan kekuatan agar aku
membuatkan dinding antara kamu dan mereka,
berilah aku potongan-potongan besi.”
Hingga ketika besi itu telah sama rata dengan kedua gunung itu, berkatalah Zulkarnain, “Tiuplah, dan
katika besi itu sudah menjadi api, ia pun berkata,
berilah aku tembaga untuk aku tuangkan ke atas besi
panas itu.”
Maka mereka, Ya’juj dan Ma’juj tidak bisa
mendakinya, dan mereka tidak bisa melubanginya. Zulkarnain berkata, “Ini adalah rahmat dari
Tuhanku. Maka apabila sudah datang janji tuhanku,
dia akan menjadikannya hancur luluh, dan janji
Tuhanku itu adalah benar.”
Sungguhpun kekuasaan dan keperkasaannya tak
tertandingi, akhlak dan hatinya selembut sutra, hingga karenanya ia mudah menyerap bukti
kebenaran Ilahi. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya
Ihya Ulumuddin, menceritakan, suatu ketika
Iskandar Zulkarnain mendatangi suatu kaum yang
tidak memiliki harta benda apapun yang bisa di
nikmati. Lalu ia mengirim surat kepada Raja mereka dan berpesan agar Raja bersedia membalas
suratnya.
Namun Raja itu menolak permintaan Zulkarnain,
malah sebaliknya, ia berkata, jika Zulkarnain
merasa ada kepentingan dengannya, sebaiknya
dialah yang datang menemuinya. Maka Zulkarnain pun pergi menemui Raja mareka,
“Aku telah mengirimkan surat kepadamu dan
memintamu datang kepadaku, tetapi kamu menolak,
maka aku datang kepadamu,” kata Zulkarnain
setelah sampai di istana Raja.
Sang Raja pun berkata, “Seandainya aku membutuhkanmu, aku pasti akan datang kepadamu.”
Sebagaimana jika aku melihatmu berada dalam
suatu keadaan yang tak pernah dialami oleh
siapapun?” tanya Zulkarnain.
“Apa itu?” sang Raja balik bertanya. “Kalian tidak
memiliki harta dunia apapun. Kenapa kalian tidak memiliki emas dan perak hingga kalian bisa
menikmatinya?” balas Zulkarnain.
“Tetapi kami membenci dua hal tersebut, karena
seorang tidak mendapat apapun dari emas dan
perak itu, kecuali hanya menginginkannya lebih dari
itu,” jawab raja itu dengan tangkas. Zulkarnain melanjutkan pertanyaannya, “Apa
maksud kalian menggali kuburan lalu setelah itu
kalian menjaganya, membersihkannya, dan
sembahyang di sana?”
Raja itu kembali menjawab, “Kami ingin, jika kami
memandang kuburan-kuburan itu dan mengharapkan dunia, kuburan-kuburan itu akan menghalangi kami
dari harapan itu.”
Zulkarnain bertanya lagi, “Aku melihat kalian tidak
memiliki makanan kecuali sayur sayuran, kenapa
kalian tidak memiliki hewan ternak, hingga kalian
dapat memerah susunya, menungganginya dan menikmatinya?” Mereka menjawab, “Kami tidak suka menjadikan
perut kami sebagai kuburan bagi binatang itu. Dan
kami melihat di dalam tumbuh-tumbuhan itu faedah
yang besar. Cukuplah anak adam memiliki kehidupan
yang rendah karena makanan. Dan makanan apa
saja yang melewati rahang bawah kami rasanya sama saja seperti makanan yang pernah kami
makan sebelumnya.”
Setelah Zulkarnain meninggalkan raja itu dengan
kagum dan menjadikan penjelasannya sebagai
sebuah nasehat yang berharga.
Dalam setiap perjalananya, Zulkarnain selalu memperlakukan bangsa dan suku yang
ditaklukkannya dengan amat baik dan santun. Tak
mengherankan jika ia menuai kesuksesan dan selalu
mendapatkan dukungan dari daerah yang telah di
kuasainya.
Selain itu, Zulkarnain juga didampingi seorang penasihat kerajaan yang baik dan sangat luas
pengetahuannya, yang tiada lain adalah Nabi Khidir
AS. Sebagian ulama menyebut, Allah SWT menurunkan
wahyu kepada Nabi Khidir AS, lalu mengajarkan
Wahyu tersebut kepada Zulkarnain.
Seorang mufassir lain, Al-Alusi, dalam kitab
tafsirnya Ruhul Ma’ani, berkata, “Mungkin Khidir
adalah salah satu pembesar kerajaan, seperti perdana mentrinya, karena tidak tertutup
kemungkinan bahwa Zulkarnain bermusyawarah
dengan orang lain saat menghadapi suatu masalah.
Sebab pada saat itu, istilah yang dikenal untuk
menyebut orang pandai, termasuk Nabi, adalah “Ahli
Hikmah”. selain itu, pada masa-masa dahulu, para Nabi juga sering disebut dengan istilah “Orang
bijak,” atau “Hakim”.
Wahab bin Munabbah dalam kitabnya At-Tijan
mengisahkan, pada suatu ketika Nabi Khidir AS
berkata kepada Zulkarnain, Wahai Tuanku, tuan
membawa suatu amanat yang seandainya diberikan kepada langit, langit itu akan runtuh, jika diberikan
kepada Gunung, maka Gunung itu akan roboh, dan
jika diberikan kepada Bumi, maka bumi itu akan
terbelah. Tuanku telah diberi kesabaran dan
kemenangan. Tuanku akan melihat suatu kaum yang
menyembah sesama manusia dan mereka adalah musuh-musuh Allah, yaitu Ya’juj dan Ma’juj. Allah
adalah penuntut tidak akan terkelabui oleh orang-
orang yang melarikan diri, dan tidak akan
dikalahkan oleh orang yang “Menang”.
Kata Nabi Khidir lagi, “Wahai tuanku, ambillah apa
yang telah diberikan Allah SWT kepada tuan dengan keteguhan hati dan sungguh-sungguh.
Jadikanlah kesabaran sebagai pakaian, kebenaran
sebagai pegangan hidup, dan takut kepada Allah
sebagai perlindungan yang menumbuhkan amal pada
tuan, dan tuan akan tenang dari ketakutan akan
datangnya ajal. Ambillah pedang Allah dengan tangan tuan, karena tidak ada orang yang dapat
menolong dan tidak ada orang yang dapat mencegah
kemenangan. Cukuplah bagi tuan, Allah sebagai
penolong tuan.” Dalam Almuhadlarah al-Awali, kitab yang dikutip
Ibnu Katsir, disebutkan, suatu ketika Nabi Ibrahim
AS bertemu dengan Zulkarnain di Mekah. Nabi
Ibrahim Memeluk dan menjabat tangan Zulkarnain
serta memberinya bendera. Lalu ia mengikuti
syariat yang dibawa oleh Nabi itu dan menyeru kepada manusia agar berpegang teguh pada syariat
tersebut.
Hal ini dikuatkan kembali oleh sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh salah seorang sahabat Nabi SAW,
Ubaid bin Umair dan anaknya, Abdullah, yang
menyatakan, selama masa jayanya, Iskandar Zulkarnain pernah melaksanakan haji dengan
berjalan kaki. ketika Nabi Ibrahim mendengar berita
tersebut, beliau menemuinya seraya menyeru kepada
agama Tauhid dan memberikan beberapa nasehat.
Nabi Ibrahim juga membawakan Zulkarnain seekor
kuda agar dinaikinya. Akan tetapi Zulkarnain menolak, seraya berkata, “Saya tidak akan menaiki
suatu kendaraan di suatu tempat yang di dalamnya
ada Ibrahim Al-Khalil, yang dikasihi Allah.


Sumber : http://islamdongeng.blogspot.com
Di tulis oleh : Wahyu Mysterio





Refresh Translate Ke Judul Ke Artikel Lain >



Pair of Vintage Old School Fru